Kamis, 15 Juni 2017

Peraturan dan Regulasi Etika Profesionalisme TSI

Peraturan dan Regulasi Etika Profesionalisme TSI

Peraturan dan Regulasi

Peraturan

Peraturan merupakan buah kesepakatan untuk membuat pedoman bagi masyarakat agar terciptanya kebiasaan hidup dengan tertib dan teratur di lingkungan sekitar. Hal ini berfungsi juga agar manusia tidak dibiasakan melakukan kegiatan negative.

Regulasi

Regulasi ialah berkenaan dengan pengendalian terhadap aturan yang disepakati dengan memberikan pembatasan  Penting sekali memberikan suatu batasan terhadap aturan yang telah disepakati dan dieratkan kepada hukum yang berlaku, agar terciptanya peraturan yang jelas dan masyarakat yang mematuhinya mengetahui batas ukuran dalam suatu aturan

Landasan Hukum di Indonesia

Peraturan dan Regulasi dalam bidang teknologi informasi terdapat dalam undang - undang nomor 36 seperti dibawah ini :
  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3881 );
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang lnformasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4843);
  3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan lnformasi Publik (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4846);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3980);
  5. Peraturan Presiden Republik lndonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
  6. Peraturan Presiden Republik lndonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
  7. Keputusan Presiden Republik lndonesia Nomor 84lP Tahun 2009 tentang Susunan Kabinet lndonesia Bersatu I1 Periode 2009 - 2014;
  8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 31 /PER/M.KOMINF0/0912008;
  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 03/PM.Kominfo/5/2005 tentang Penyesuaian Kata Sebutan Pada Beberapa KeputusanlPeraturan Menteri Perhubungan yang Mengatur Materi Muatan Khusus di Bidang Pos dan Telekomunikasi;
  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 26/PER/M.KOMINF0/5/2007 tentang Pengamanan Pemanfaatan Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol lnternet sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 16/PER/M.KOMINF0/10/2010;
  11. Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 01/PER/M.KOMINF0101/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;
  12. Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 17/PER/M.KOMINFO/1 01201 0 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;

Perbandingan Cyber Law dan Cyber Crime

Cyber Law merupakan suatu kaidah hukum terkait penggunaan teknologi dan informasi yang diataranya mencakup aspek komunikasi, transaksi, dan semua teknologi yang terhubung dengan jaringan ke beberapa perangkat lainnya.

Cyber Crime merupakan suatu tindak criminal yang dilakukan oleh pelaku dengan memanfaatkan perangkat keras, perangkat lunak, dan jaringan yang akan merugikan disebelah pihak atau korban. Target utama dari pelaku ialah pengguna yang telah terhubung di suatu jaringan ataupun koneksi internet. Sehingga pelaku akan mencari cara celah kemanan dan melakukan tindakan jahat terhadap korban.

Cyber Law di Indonesia

Indonesia memang baru belakangan ini serius menanggapi kejadian-kejadian yang ada di dunia maya. Dari dulu undang-undang untuk dunia cyber dan pornografi hanya menjadi topik yang dibicarakan tanpa pernah serius untuk direalisasikan. Tapi sekarang Indonesia telah memiliki Cyberlaw yang biasa disebut UU ITE.

Secara umum, bisa kita simpulkan bahwa UU ITE boleh disebut sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia maya. Mungkin anda sedikit malas membaca pasal-pasal ITE yang tidak sedikit itu sehingga secara garis besar UU ITE dapat disimpulkan sebagai berikut:
  • Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas)
  • Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP
  • UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia
  • Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
  • Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
  1. Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
  2. Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
  3. Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
  4. Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
  5. Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
  6. Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
  7. Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS)
  8. Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising)

Namun UU ITE Indonesia masih banyak harus mengalami revisi dan pembaruan, karena masih belum lengkapnya aturan-aturan untuk pelanggaran di dunia maya. Seperti masalah spamming, penyebaran spam sangat mengganggu pengguna internet.

Namun UU ITE Indonesia masih banyak harus mengalami revisi dan pembaruan, karena masih belum lengkapnya aturan-aturan untuk pelanggaran di dunia maya. Seperti masalah spamming, penyebaran spam sangat mengganggu pengguna internet.

Cyber Law di Malaysia

Malaysia adalah salah satu negara yang cukup fokus pada dunia cyber, terbukti Malaysia memiliki Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan Digital) 1997. Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.

Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video. Dan Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998 yang mengatur konvergensi komunikasi dan industri multimedia dan untuk mendukung kebijakan nasional ditetapkan untuk tujuan komunikasi dan multimedia industri.

Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998 kemudian disahkan oleh parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal terkait dengan komunikasi dan industri multimedia.

Secara umum Computer Crime Act, mengatur mengenai:
  1. Mengakses material komputer tanpa ijin
  2. Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
  3. Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
  4. Mengubah / menghapus program atau data orang lain
  5. Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi

Cyber Law di Negara Singapore

The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore.

ETA dibuat dengan tujuan :
  • Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
  • Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik  yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin mengamankan perdagangan elektronik;
  • Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan
  • Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
  • Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
  • Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Didalam ETA mencakup :
  • Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
  • Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut.
  • Tandatangan dan Arsip elektronik
Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.

Cyber Law di Negara Amerika

Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).

Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
  1. Pasal 5 : Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
  2. Pasal 7 : Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
  3. Pasal 8 : Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
  4. Pasal 9 : Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
  5. Pasal 10 : Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
  6. Pasal 11 : Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
  7. Pasal 12 : Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
  8. Pasal 13 : “Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
  9. Pasal 14 : Mengatur mengenai transaksi otomatis.
  10. Pasal 15 : Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
  11. Pasal 16 : Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.

UU No. 19 Tentang Hak Cipta

UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan.

Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta ©. Perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

Lingkup Hak Cipta

Ciptaan Yang Dilindungi

Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu :
  1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang    diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
  2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu alat    peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
  3. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
  4. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime.
  5. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, Arsitektur, Peta, Seni batik, Fotografi, Sinematografi.
  6. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari     hasil pengalih wujudan.

Ciptaan Yang Tidak Diberi Hak Cipta

Sebagai pengecualian terhadap ketentuan di atas, tidak diberikan hak cipta untuk hal-hal berikut :
  1. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara
  2. Peraturan perundang-undangan
  3. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah
  4. Putusan pengadilan atau penetapan hakim.
  5. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

Prosedure Pendaftaran HAKI

PERSYARATAN PERMOHONAN HAK MEREK
  1. Mengajukan permohonan ke DJ HKI/Kanwil secara tertulis dalam Bahasa   Indonesia dengan melampirkan :
    a. Foto copy KTP yang dilegalisir. Bagi pemohon yang berasal dari luar negeri sesuai dengan         ketentuan undang-undang harus memilih tempat kedudukan di Indonesia, biasanya dipilih           pada alamat kuasa hukumnya; 
    b. Foto copy akte pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh notaris apabila permohonan       diajukan atas nama badan hukum;
    c. Foto copy peraturan pemilikan bersama apabila permohonan diajukan atas nama lebih dari           satu orang (merek kolektif);
    d. Surat kuasa khusus apabila permohonan pendaftaran dikuasakan;
    e. Tanda pembayaran biaya permohonan;
    f. 25 helai etiket merek (ukuran max 9x9 cm, min. 2x2 cm);
    g. Surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftaran adalah miliknya.
  2. Mengisi formulir permohonan yang memuat :
    a.  Tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan;
    b.  Nama, alamat lengkap dan kewarganegaraan pemohon;
    c.  Nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa dan;
    d.  Nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali dalam hal permohonan        diajukan dangan hak prioritas.
  3. Membayar biaya permohonan pendaftaran merek
PERSYARATAN PERMOHONAN HAK CIPTA

  1. Mengisi formulir pendaftaran ciptaan rangkap tiga (formulir dapat diminta secara cuma-cuma pada Kantor Wilayah).
  2. lembar pertama dari formulir tersebut ditandatangani di atas materai Rp.6.000 (enam ribu rupiah).
  3. Surat permohonan pendaftaran ciptaan mencantumkan :
    a. Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta;
    b. Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta; nama, kewarganegaraan dan alamat       kuasa; jenis dan judul ciptaan;
    c. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali;
    d. Uraian ciptaan rangkap 4.
  4. Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan.
  5. Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta dan pemegang hak cipta berupa fotocopy KTP atau paspor.
  6. Apabila pemohon badan hukum, maka pada surat permohonannya harus dilampirkan turunan resmi akta pendirian badan hukum tersebut.
  7. Melampirkan surat kuasa, bilamana permohonan tersebut diajukan oleh seorang kuasa, beserta bukti kewarganegaraan kuasa tersebut.
  8. Apabila permohonan tidak bertempat tinggal di dalam wilayah RI, maka untuk keperluan permohonan pendaftaran ciptaan ia harus memiliki tempat tinggal dan menunjuk seorang kuasa di dalam wilayah RI.
  9. Apabila permohonan pendaftaran ciptaan diajukan atas nama lebih dari seorang dan atau suatu badan hukum, maka nama-nama pemohon harus ditulis semuanya, dengan menetapkan satu alamat pemohon.
  10. Apabila ciptaan tersebut telah dipindahkan, agar melampirkan bukti pemindahan hak.
  11. Melampirkan contoh ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya atau penggantinya.
  12. Membayar biaya permohonan pendaftaran ciptaan Rp.200.000, khusus untuk permohonan pendaftaran ciptaan program komputer sebesar Rp.300.000
PERSYARATAN PERMOHONAN PENDAFTARAN DISAIN INDUSTRI

  1. Mengajukan permohonan ke DJ HKI secara tertulis dalam Bahasa Indonesia.
  2. Permohonan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya, serta dilampiri :
    a. Contoh fisik atau gambar atau foto serta uraian dari desain industri yang dimohonkan                 pendaftarannya;
    b. Surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa;
    c. Surat pernyataan bahwa desain industri yang dimohonkan pendaftarannya adalah milik pemohon;
  3. Mengisi formulir permohonan yang memuat :
    a. Tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan;
    b. Nama, alamat lengkap dan kewarganegaraan pemohon;
    c. Nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; dan;
    d. Nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali dalam hal permohonan       diajukan dangan hak prioritas.
  4. Dalam hal permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu pemohon, permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu pemohon dengan dilampiri persetujuan tertulis dari pemohon lain.
  5. Dalam hal permohonan diajukan oleh bukan pendesain, permohonan harus disertai pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa pemohon berhak atas desain industri yang bersangkutan.
  6. Membayar biaya permohonan sebesar Rp.300.000,- untuk UKM (usaha kecil dan menengah) dan Rp.600.000,- untuk non-UKM, untuk setiap permohonan.

UU No. 36 Tentang Azas dan Tujuan Telekomunikasi.

Azas dan Tujuan

Dalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut ini;

Azas dan tujuan telekomunikasi, pembinaan, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua ketentuan itu telah di setujui oleh DPRRI.

  1. Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  2. Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, malainkan sudah berkembang pada TI.
  3. Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.

Jelaskan keterbatasan UU telekomunikasi dalam mengatur penggunaan teknologi informasi.
Pada UU No.36 tentang telekomunikasi mempunyai salah satu tujuan yang berisikan upaya untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta meningkatkan hubungan antar bangsa.

Dalam pembuatan UU ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi dan untuk manjaga keamanan bagi para pengguna teknologi informasi.

Di dalam UU No.36 tersebut tidak terdapat batasan dalam penggunaan teknologi informasi, namun dapat mengatur penggunaan teknologi informasi tersebut, karena dalam undang-undang tersebut memiliki tujuan telekomunikasi jadi secara tidak langsung dapat sekaligus mengatur penggunaan informasi tersebut sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam undang-undang ini juga terdapat tentang penyelenggaraan telekomunikasi, sehingga telekomunikasi dapat diarahkan dengan baik. Penyidikan dan sangsi administrasi dan ketentuan pidana pun tertera dala undang-undang ini, sehingga penggunaan telekomunikasi tidak menyimpang dari undang-undang yang telah ada. Sehingga menghasilkan teknologi informasi yang baik dalam masyarakat.


Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar